Senin, 11 Juli 2011

Hopes


 
What if there is no more hope?

Imagine people walking around hopeless?

Life is a creation of hope. Is there any life to live for with no hope?

Two persons put their hands on marriage because of hope. Sharing the same hope and trying to make it reality. They remind each other if one of them forgets about their hope, therefore both of them cannot lose hope at the same time. If they do, then marriage fails. Divorce is another word of losing hope.

Neighbors also share hopes. They hope to have a comfortable living environment, a good place to raise their kids and get old. A good neighborhood is a place where neighbors lend their hand to neighbor who happens to lose hope. The power of hope help a neighborhood survive of flood, earthquake, eruption, and any other disaster you can mention.

Colleagues share the same hope of making a better living. One has hope for himself, another one for his family. A company can grow if the people working within share the same hope. If one employee loses hope, the other one raise him off. The synergy of employees hopes are the power of the company.

Now, imagine or nation, Indonesia…

Do people still have their hope? Does this nation empowered by the same hopes of the people?

So many people loose their hope out there. It can be of accumulated disappointment to the government, themselves, their family, or to their community. Disappoint can come from daily experiences, an event crosses on their way to the office, too much of negative news on TV and newspaper, negative talk of their friends and colleagues, and so many other stuffs. This hope-losing phenomenon is like a virus, it infects people the way virus does. From mouth to mouth, people to people, community to community it spreads. It is already so acute, so that people need antibiotics and long term therapy to recover from such illness.

The problem is: where can we get these antibiotics?

It seems so hard, but actually it is as simple as smiling. Smile is a reflection of hopes. Though it is very simple, I myself sometimes found it to be so hard. Have you notice that if you smile, the people around you also have the tendency of smiling back. It is not an expensive cost of solution, yet it can protect you of that virus and help cure other infected people.

Protecting you hopes, help others protect theirs.

So, wish me luck in doing it every day! And I wish a good luck to you also!

Beberapa Rekor Dunia Milik Bangsa Indonesia

Berikut daftar 24 rekor dunia yang dimiliki Indonesia.

Republik Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang
terdiri dari 17.504 pulau (termasuk 9.634 pulau yang belum diberi
nama dan 6.000 pulau yang tidak berpenghuni) .
Disini ada 3 dari 6 pulau terbesar didunia, yaitu : Kalimantan (pulau
terbesar ketiga di dunia dgn luas 539.460 km2), Sumatera (473.606
km2) dan Papua (421.981 km2).


Indonesia adalah Negara maritim terbesar di dunia dengan perairan
seluas 93 ribu km2 dan panjang pantai sekitar 81 ribu km2 atau hampir
25% panjang pantai di dunia.


Pulau Jawa adalah pulau terpadat di dunia dimana sekitar 60% hampir
penduduk Indonesia (sekitar 130 jt jiwa) tinggal di pulau yang
luasnya hanya 7% dari seluruh wilayah RI.


Indonesia merupakan Negara dengan suku bangsa yang terbanyak di
dunia. Terdapat lebih dari 740 suku bangsa/etnis, dimana di Papua
saja terdapat 270 suku.


Negara dengan bahasa daerah yang terbanyak, yaitu, 583 bahasa dan
dialek dari 67 bahasa induk yang digunakan berbagai suku bangsa di
Indonesia . Bahasa nasional adalah bahasa Indonesia walaupun bahasa
daerah dengan jumlah pemakai terbanyak di Indonesia adalah bahasa
Jawa.


Indonesia adalah negara muslim terbesar di dunia. Jumlah pemeluk
agama Islam di Indonesia sekitar 216 juta jiwa atau 88% dari penduduk
Indonesia . Juga memiliki jumlah masjid terbanyak dan Negara asal
jamaah haji terbesar di dunia.

Monumen Budha (candi) terbesar di dunia adalah Candi Borobudur di
Jawa Tengah dengan tinggi 42 meter (10 tingkat) dan panjang relief
lebih dari 1 km. Diperkirakan dibuat selama 40 tahun oleh Dinasti
Syailendra pada masa kerajaan Mataram Kuno (750-850).

Tempat ditemukannya manusia purba tertua di dunia, yaitu :
Pithecanthropus Erectus’¬ yang diperkirakan berasal dari 1,8 juta
tahun yang lalu.

Republik Indonesia adalah Negara pertama yang lahir sesudah
berakhirnya Perang Dunia II pada tahun 1945. RI merupakan Negara ke
70 tertua di dunia.


Indonesia adalah Negara pertama (hingga kini satu-satunya) yang
pernah keluar dari Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada tgl 7
Januari 1965. RI bergabung kembali ke dalam PBB pada tahun 1966.
Tim bulutangkis Indonesia adalah yang terbanyak merebut lambang
supremasi bulutangkis pria, Thomas Cup, yaitu sebanyak 13 x (pertama
kali th 1958 & terakhir 2002).


Indonesia adalah penghasil gas alam cair (LNG) terbesar di dunia (20%
dari suplai seluruh dunia) juga produsen timah terbesar kedua.
Indonesia menempati peringkat 1 dalam produk pertanian, yaitu :
cengkeh (cloves) & pala (nutmeg), serta no.2 dalam karet alam
(Natural Rubber) dan minyak sawit mentah (Crude Palm Oil).


Indonesia adalah pengekspor terbesar kayu lapis (plywood), yaitu
sekitar 80% di pasar dunia.

Terumbu Karang (Coral Reef) Indonesia adalah yang terkaya (18% dari
total dunia).


Indonesia memiliki species ikan hiu terbanyak didunia yaitu 150
species.


Biodiversity Anggrek terbeser didunia : 6 ribu jenis anggrek, mulai
dari yang terbesar (Anggrek Macan atau Grammatophyllum Speciosum)
sampai yang terkecil (Taeniophyllum, yang tidak berdaun), termasuk
Anggrek Hitam yang langka dan hanya terdapat di Papua.


Memiliki hutan bakau terbesar di dunia. Tanaman ini bermanfaat ntuk
mencegah pengikisan air laut/abrasi.


Binatang purba yang masih hidup : Komodo yang hanya terdapat di pulau
Komodo, NTT adalah kadal terbesar di dunia. Panjangnya bisa mencapai
3 meter dan beratnya 90 kg.


Rafflesia Arnoldi yang tumbuh di Sumatera adalah bunga terbesar di
dunia. Ketika bunganya mekar, diameternya mencapai 1 meter.

Memiliki primata terkecil di dunia , yaitu Tarsier Pygmy (Tarsius
Pumilus) atau disebut juga Tarsier Gunung yang panjangnya hanya 10
cm. Hewan yang mirip monyet dan hidupnya diatas pohon ini terdapat di
Sulawesi.

Tempat ditemukannya ular terpanjang di dunia yaitu, Python
Reticulates sepanjang 10 meter di Sulawesi.

Ikan terkecil di dunia yang ditemukan baru-baru ini di rawa-rawa
berlumpur Sumatera. Panjang 7,9 mm ketika dewasa atau kurang lebih
sebesar nyamuk. Tubuh ikan ini transparan dan tidak mempunyai tulang
kepala.

So, mari berbangga hati menjadi bagian dari bangsa besar ini...
kalau bukan kita, siapa lagi???

Disadur dari: http://www.iseeindonesia.com/

Selasa, 31 Mei 2011

Penjual Koran Lulus Seleksi AC Milan Junior Camp

Pelajar kelas II SMPN 9 Palembang itu tidak dapat menahan laju air mata...

Rasa bahagia menyelimuti Saputra, pesepak bola muda yang dinyatakan lolos seleksi AC Milan Junior Camp di Palembang, 28-29 Mei 2011.

Maklum saja, Saputra berhasil terpilih bersama lima pesepak bola lainnya untuk menjalani pelatihan di Bali, Juni-Juli 2011. Artinya, kesempatan untuk mengikuti pelatihan langsung ke camp AC Milan di Italia, pada Oktober nanti menjadi terbuka lebar bagi Saputra dkk.

Bagi Saputra, meskipun belum tentu mendapatkan tiket ke Italia, tapi keberhasilan awal ini sudah sangat membanggakan dirinya dan keluarga.

"Saya tidak menyangka bisa mengikuti pelatihan di Bali. Padahal saya hanya coba-coba saja. Lihat saja, saya sudah melepas kostum seleksi dan hanya duduk di tribun saat pengumuman karena merasa tidak akan terpilih," ujar pesepak bola usia 13 tahun ini.

Pelajar kelas II SMPN 9 Palembang ini pun tidak dapat menahan laju air matanya karena menyadari bukan dari golongan mampu secara ekonomi.

"Saya hanya seorang penjual koran dan sesekali menjadi anak gawang klub sepak bola asal Sumsel Sriwijaya FC. Sejak kecil saya mencari uang sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidup karena sudah tidak punya orang tua lagi. Saya hanya hidup menumpang dengan kerabat yang hanya seorang buruh cuci," ujar dia.

Saputra menuturkan, mendapatkan kesempatan menjadi anak gawang (pemungut bola saat tim berlatih) Sriwijaya FC karena bertempat tinggal di lingkungan mess pemain.

"Saya banyak mengenal pemain Sriwijaya FC, mereka sering menyuruh saya mengerjakan banyak hal seperti membeli makanan, membeli pulsa, dan membersihkan kamar. Terkadang, setelah melakukan hal itu saya diberikan imbalan," ujar dia.

Menurut dia, kedekatannya dengan beberapa pemain Sriwijaya FC itu menumbuhkan semangat untuk menjadi pesepak bola profesional.

"Saya bermain bola sejak kelas empat SD, dan hingga saat ini masih sering berlatih. Setiap hari saya memiliki mimpi menjadi pemain profesional. Beberapa pemain Sriwijaya FC seperti Arif Suyono sering memberikan semangat kepada saya untuk rajin berlatih," ujar pemain yang mengidolakan Supardi dan Arif Suyono ini.(gk-23)

Sumber:

Monggo silahkan bapak2 PSSI untuk menyimak, mengambil hikmahnya, dan menelaah mimpi2 teman2 kita yang cinta sepak bola...

Selasa, 24 Mei 2011

Maju Terus Pak Dahlan!

Ah, baru beberapa menit berlalu setelah saya membaca sebuah thread di salah satu forum dunia maya tentang dirut PLN, Dahlan Iskan, “catatan perjalanan dinas ke Iran”.

Satu hal, sungguh beruntung teman-teman saya yang saat ini berada di PLN. Awalnya saya agak mencibir mereka karena PLN terkenal dengan momok korupsinya, namun saat ini jujur saya merasa agak iri. Menurut saya yang masih muda dan minim pengalaman ini, jarang ada perusahaan milik negara yang dipimpin oleh orang seberani dan selurus itu, walaupun argument ini tidak didasari dengan pengetahuan saya yang cukup luas mengenai badan usaha negara lainnya.

Ah, saya mulai berkaca pada diri saya sendiri. Tiga tahun bekerja, saya hanya melihat pekerjaan dari kecocokan latar belakang, kenyamanan, dan tentu saja standar gaji. Namun, ada satu yang selalu tak pernah terpenuhi, ideologi saya.

Saya mengambil jalur swasta karena saya benar-benar ingin menghindari praktik korupsi yang lekat dengan badan usaha milik negara. Ingin menghindari dilema saat harus memilih mengikuti arus atau berdiri teguh. Namun sekarang saya sadar, itu semua merupakan sebuah proses, yang mungkin dimanapun harus kita hadapi. Jujur, di perusahaan swasta pun saya sendiri korupsi, korupsi waktu kerja dengan browsing internet, dll (hanya saja saya beruntung karena belum ada undang-undang korupsi waktu).

Kembali ke Pak Dahlan. Seperti beliau, pemimpin yang baik harus selalu bisa melihat gambaran sebuah lembaga yang dipimpinnya jauh ke depan, yang mungkin bisa disebut visi. Untuk mencapai visi tersebut dibutuhkan pengorbanan yang memang sangat besar. Salah satunya adalah menjadi public enemy dengan kebijakan-kebijakan yang tidak populer (jika dilihat dalam timeframe yang sempit). Tidak semua orang bisa melihat ke arah yang kita lihat, karena pandangan meraka tertutup oleh kabut tebal yang kita sebut kenyataan.  Namun, jika kita berhasil membawa mereka berjalan melewati kabut tersebut untuk berdiri pada posisi yang sma dengan kita, maka selanjutnya pergerakan mereka akan seirama dengan kita menuju satu visi yang sama.

Saya menjadi sedikit tersadar bahwa selama ini saya selalu berfikir negatif, sehingga hasilnya energy yang keluar dari diri saya juga menjadi negatif. Contoh pikiran negatif saya yang muncul saat ini adalah “wajar saja pola piker saya negatif, karena pemberitaan media tanah air ini selalu negatif, pemberitaan negatif lah yang laris dijual”. Seharusnya pikiran positif saya “mungkin saya kurang membaca hal-hal positif, baik buku-buku positif, artikel-artikel positif, seperti catatan perjalanan dinas Pak Dahlan tersebut”. Waktu browsing internet saya gunakan untuk melihat hal-hal yang tidak penting.

Terimakasih Pak Dahlan dan teruslah berjuang, mudah-mudahan suatu saat kami semua bisa melihat ke arah yang sama seperti bapak.

Teruntuk kawan-kawanku yang bekerja di PLN, tetaplah teguh kawan. Ingat, tak ada kesuksesan instan yang datang terlalu cepat jika kita melalui jalan yang benar. Namun, jalan yang benar memiliki kemungkinan terbesar berakhir di arah yang benar, meskipun jauh lebih terjal.

Jakarta, 25 Mei 2011

Catatan Perjalanan Dahlan Iskan ke Irak

BARU sekali ini saya ke Iran. Kalau saja PLN tidak mengalami kesulitan mendapatkan gas dari dalam negeri, barangkali tidak akan ada pikiran untuk melihat kemungkinan mengimpor gas dari Negara Para Mullah ini.

Sudah setahun lebih PLN berjuang untuk mendapatkan gas dari negeri sendiri. Tapi, hasilnya malah sebaliknya. Jatah gas PLN justru diturunkan terus-menerus. Kalau awal 2010 PLN masih mendapatkan jatah gas 1.100 MMSCFD (million metric standard cubic feet per day atau juta standar metrik kaki kubik per hari), saat tulisan ini dibuat justru tinggal 900 MMSCFD. Perjuangan untuk mendapatkan tambahan gas yang semula menunjukkan tanda-tanda berhasil belakangan redup kembali.

Gas memang sulit diraba sehingga tidak bisa terlihat ke mana larinya. Bisa jadi gas itu akan berbelok-belok dulu entah ke mana, baru dari sana dijual ke PLN dengan harga yang sudah berbeda. Padahal, PLN memerlukan 1,5 juta MMSCFD gas. Kalau saja PLN bisa mendapatkan gas sebanyak itu, penghematannya bisa mencapai Rp 15 triliun setiap tahun. Angka penghematan yang mestinya menggiurkan siapa pun.

Maka, saya memutuskan ke Iran. Apalagi, upaya mengatasi krisis listrik sudah berhasil dan menuntaskan daftar tunggu yang panjang itu pasti bisa selesai bulan depan. Kini waktunya perjuangan mendapatkan gas ditingkatkan. Termasuk, apa boleh buat, ke negara yang sudah sejak 1980-an diisolasi oleh Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya itu. Siapa tahu ada harapan untuk menyelesaikan persoalan pokok PLN sekarang ini: efisiensi.

Sumber pemborosan terbesar PLN adalah banyaknya pembangkit listrik yang “salah makan”. Sekitar 5.000 MW pembangkit yang seharusnya diberi makan gas sudah puluhan tahun diberi makan minyak solar yang amat mahal. Salah makan itulah yang membuat kembung perut PLN selama ini.

Kebetulan Iran memang sedang memasarkan gas dalam bentuk cair (LNG). Iran sedang membangun proyek LNG besar-besaran di kota Asaleuyah di pantai Teluk Parsi. Saya ingin tahu benarkah proyek itu bisa jadi” Bukankah Iran sudah 30 tahun lebih dimusuhi dan diisolasi secara ekonomi oleh Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya dari seluruh dunia” Bukankah begitu banyak yang meragukan Iran bisa mendapatkan teknologi tinggi untuk membangun proyek LNG besar-besaran?

Saya pun terbang ke Asaleuyah, dua jam penerbangan dari Teheran. Meski Asaleuyah kota kecil, ternyata banyak sekali penerbangan ke kota yang hanya dipisahkan oleh laut 600 km dari Qatar itu. Bandaranya kecil, tapi cukup baik. Masih baru dan statusnya internasional. Pesawat-pesawat lokal, seperti Aseman Air, terbang ke sana. Itulah kota yang memang baru saja berkembang dengan pesatnya. Iran memang menjadikan kota Asaleuyah sebagai pusat industri minyak, gas, dan petrokimia. Beratus-ratus hektare tanah di sepanjang pantai itu kini penuh dengan rangkaian pipa-pipa kilang minyak, kilang petrokimia, dan instalasi pembuatan LNG.

Saya heran bagaimana Iran bisa mendapatkan semua teknologi itu pada saat Iran sedang diisolasi oleh dunia Barat. Memang terasa jalannya proyek tidak bisa cepat, tapi sebagian besar sudah jadi. Kilang minyaknya, kilang petrokimianya, kilang etanolnya sudah beroperasi dalam skala yang raksasa. Hanya kilang LNG-nya yang masih dalam pembangunan dan kelihatannya akan selesai dua tahun lagi.

Memang, kalau saja Iran tidak diembargo, proyek-proyek itu pasti bisa lebih cepat. Namun, Iran tidak menyerah. Iran membuat sendiri banyak teknologi yang dibutuhkan di situ. Hanya bagian-bagian tertentu yang masih dia datangkan dari luar. Entah dengan cara apa dan entah lewat mana. Yang jelas, barang-barang itu bisa ada. Orang, kalau kepepet, biasanya memang banyak akalnya. Asal tidak mudah menyerah. Demikian juga, Iran. Bahkan, untuk memenuhi keperluan listrik untuk industri petrokimia itu, Iran akhirnya bisa membuat pembangkit sendiri. Termasuk bisa membuat bagian yang paling sulit di pembangkit listrik: turbin. Maka, Iran kini sudah berhasil menguasai teknologi pembangkit listrik tenaga gas, baik open cycle maupun combine cycle.

Kemampuan membuat pembangkit listrik itu pun semula agak saya ragukan. Belum pernah terdengar ada negara Islam yang mampu membuat pembangkit listrik secara utuh. Karena itu, setelah meninjau proyek LNG, saya minta diantar ke pabrik turbin itu. Saya ingin melihat sendiri bagaimana Iran dipaksa keadaan untuk mengatasi sendiri kesulitan teknologinya.

Ternyata benar. Pabrik turbin itu sangat besar. Bukan hanya bisa merangkai, tetapi juga membuat keseluruhannya. Bahkan, sudah mampu membuat blade-blade turbin sendiri. Termasuk mampu menguasai teknologi coating blade yang bisa meningkatkan efisiensi turbin. Baru sepuluh tahun Iran menekuni alih teknologi pembangkit listrik itu. Sekarang Iran sudah memproduksi 225 unit turbin dari berbagai ukuran. Mulai 25 MW hingga 167 MW. Bahkan, Iran sudah mulai mengekspor turbin  ke Lebanon, Syria, dan Iraq. Bulan depan sudah pula mengekspor suku cadang turbin ke India. Bulan lalu pabrik turbin Iran merayakan produksi blade-nya yang ke-80.000 unit!

Kesimpulan saya: inilah negara Islam pertama yang mampu membuat turbin dan keseluruhan pembangkit listriknya. Saya dan rombongan PLN diberi kesempatan meninjau semua proses produksinya. Mulai A hingga Z. Termasuk memasuki laboratorium metalurginya. Dengan kemampuannya itu, untuk urusan listrik, Iran bisa mandiri. Bahkan, untuk pemeliharaan pembangkit-pembangkit listrik yang lama, Iran tidak bergantung lagi kepada pabrik asalnya.

Mesin-mesin Siemens lama dari Jerman atau GE dari USA bisa dirawat sendiri. Iran sudah bisa memproduksi suku cadang untuk semua mesin pembangkit Siemens dan GE. Bahkan, mereka sudah dipercaya Siemens untuk memasok ke negara lain. “Anak perusahaan kami sanggup memelihara pembangkit-pembangkit listrik PLN dengan menggunakan suku cadang dari sini,” kata manajer di situ. Pabrik tersebut memiliki 32 anak perusahaan, masing-masing menangani bidang yang berbeda di sektor listrik. Termasuk ada anak perusahaan yang khusus bergerak di bidang pemeliharaan dan operasi pembangkitan.

Bisnis kelihatannya tetap bisnis. Saya tidak habis pikir bagaimana Iran tetap bisa mendapatkan alat-alat produksi turbin berupa mesin-mesin dasar kelas satu buatan Eropa: Italia, Jerman, Swiss, dan seterusnya. Saya juga tidak habis pikir bagaimana pabrik pembuatan turbin itu bisa mendapatkan lisensi dari Siemens.

Rupanya, meski membenci Amerika dan sekutunya, Iran tidak sampai membenci produk-produknya. Iran membenci Amerika hanya karena Amerika membantu Israel. Itu jauh dari bayangan saya sebelum datang ke Iran. Saya pikir Iran membenci apa pun yang datang dari Amerika. Ternyata tidak. Bahkan, Coca-Cola dijual secara luas di Iran. Demikian juga, Pepsi dan Miranda. Belum lagi Gucci, Prada, dan seterusnya.

Intinya: dengan diembargo Amerika Serikat dan sekutunya, Iran hanya mengalami kesulitan pada tahun-tahun pertamanya. Kesulitan itu membuat Iran kepepet, bangkit, dan mandiri. Kesulitan itu tidak sampai membuatnya miskin, apalagi bangkrut. Justru Iran dipaksa menguasai beberapa teknologi yang semula menjadi ketergantungannya.

Banyaknya proyek yang sedang dikerjakan sekarang menunjukkan bahwa pembangunan ekonomi Iran terus berjalan. Mulai pengembangan bandara di mana-mana, pembangunan jalan laying, hingga ke industri dasar. Tidak ketinggalan pula industri mobil.

Kegiatan ekonomi di Iran memang tidak gegap gempita seperti Tiongkok, tapi tetap terasa menggeliat. Pertumbuhan ekonominya sudah bisa direncanakan enam persen tahun ini. Mulai meningkat drastis jika dibandingkan dengan tahun-tahun pertama sanksi ekonomi diberlakukan. “Sebelum ada sanksi ekonomi, Iran hanya mampu memproduksi 300.000 mobil setahun. Sekarang ini Iran memproduksi 1,5 juta mobil setahun,” ujar seorang CEO perusahaan terkemuka di Iran.

Kami mendarat di Bandara Internasional Imam Khomeini, Teheran, menjelang waktu salat Jumat. Maka, saya pun ingin segera ke masjid: sembahyang Jumat. Saya tahu tidak ada kampung di sekitar bandara itu.

Dari atas terlihat bandara tersebut seperti benda jatuh di tengah gurun tandus yang mahaluas. Tapi, setidaknya pasti ada masjid di bandara itu.

Memang ada masjid di bandara itu, tapi tidak dipakai sembahyang Jumat. Saya pun minta diantarkan ke desa atau kota kecil terdekat. Ternyata saya kecele. Di Iran tidak banyak tempat yang menyelenggarakan sembahyang Jumat. Bahkan, di kota sebesar Teheran, ibu kota negara dengan penduduk 16 juta orang itu, hanya ada satu tempat sembahyang Jumat.

Itu pun bukan di masjid, tapi di Universitas Teheran. Dari bandara memerlukan waktu perjalanan 1 jam. Atau bisa juga ke kota suci Qum. Tapi, jaraknya lebih jauh lagi. Di negara Islam Iran, Jumatan hanya diselenggarakan di satu tempat di setiap kota besar.

”Jadi, tidak ada tempat Jumatan di bandara ini?” tanya saya.
”Tidak ada. Kalau kita mau Jumatan, harus ke Teheran (40 km) atau ke Qum (70 km). Sampai di sana waktunya sudah lewat,” katanya.

Salat Jumat ternyata memang tidak wajib di negara Islam Iran yang menganut aliran Syiah itu. Juga tidak menggantikan salat Duhur. Jadi, siapa pun yang salat Jumat tetap harus salat duhur.
Karena Jumat adalah hari libur, saya tidak dijadwalkan rapat atau meninjau proyek. Maka, waktu setengah hari itu saya manfaatkan untuk ke kota suci Qum. Jalan tolnya tidak terlalu mulus, tapi sangat OK: enam jalur dan tarifnya hanya Rp4.000. Tarif itu kelihatannya memang hanya dimaksudkan untuk biaya pemeliharaan.

Sepanjang perjalanan ke Qum tidak terlihat apa pun. Sejauh mata memandang, yang terlihat hanya gurun, gunung tandus, dan jaringan listrik. Saya bayangkan alangkah enaknya membangun SUTET (saluran udara tegangan ekstratinggi) di Iran. Tidak ada urusan dengan penduduk. Alangkah kecilnya gangguan listrik karena tidak ada jaringan yang terkena pohon. Pohon begitu langka di sini.

Begitu juga letak kota suci Qum. Kota ini seperti berada di tengah-tengah padang yang tandus. Karena itu, bangunan masjidnya yang amat besar, yang berada dalam satu kompleks dengan madrasah yang juga besar, kelihatan sekali menonjol sejak dari jauh.

Tujuan utama kami tentu ke masjid itu. Inilah masjid yang luar biasa terkenalnya di kalangan umat Islam Syiah. Kalau pemerintahan Iran dikontrol ketat oleh para mullah, di Qum inilah pusat mullah. Demokrasi di Iran memang demokrasi yang dikontrol oleh ulama. Presidennya dipilih secara demokratis untuk masa jabatan paling lama dua kali. Tapi, sang presiden harus taat kepada pemimpin tertinggi agama yang sekarang dipegang Imam Khomeneii. Siapa pun bisa mencalonkan diri sebagai presiden (tidak harus dari partai), tapi harus lolos seleksi oleh dewan ulama.

Tapi, sang imam bukan seorang diktator mutlak. Dia dipilih secara demokratis oleh sebuah lembaga yang beranggota 85 mullah. Setiap mullah itu pun dipilih langsung secara demokratis oleh rakyat.

Dalam praktik sehari-hari, ternyata tidak seseram yang kita bayangkan. Amat jarang lembaga keagamaan itu mengintervensi pemerintah. ”Dalam lima tahun terakhir, kami belum pernah mendengar campur tangan mullah ke pemerintah,” ujar seorang CEO perusahaan besar di Teheran.

Saya memang kaget melihat kehidupan sehari-hari di Iran, termasuk di kota suci Qum. Banyak sekali wanita yang mengendarai mobil. Tidak seperti di negara-negara di jazirah Arab yang wanitanya dilarang mengendarai mobil. Bahkan, orang Iran  menilai negara yang melarang wanita mengendarai mobil dan melarang wanita memilih dalam pemilu bukanlah negara yang bisa menyebut dirinya negara Islam.

Dan lihatlah cara wanita Iran berpakaian. Termasuk di kota suci Qum. Memang, semua wanita diwajibkan mengenakan kerudung (termasuk wanita asing), tapi ya tidak lebih dari kerudung itu. Bukan jilbab, apalagi burqa. Kerudung itu menutup rapi kepala, tapi boleh menyisakan bagian depan rambut mereka. Maka, siapa pun bisa melihat mode bagian depan rambut wanita Iran. Ada yang dibuat modis sedikit keriting dan sedikit dijuntaikan keluar dari kerudung. Ada pula yang terlihat dibuat modis dengan cara mewarnai rambut mereka. Ada yang blonde, ada pula yang kemerah-merahan.

Bagaimana baju mereka? Pakaian atas wanita Iran umumnya juga sangat modis. Baju panjang sebatas lutut atau sampai ke mata kaki. Pakaian bawahnya hampir 100 persen celana panjang yang cukup ketat. Ada yang terbuat dari kain biasa, tapi banyak juga yang celana jins. Dengan tampilan pakaian seperti itu, ditambah dengan tubuh mereka yang umumnya langsing, wanita Iran terlihat sangat modis. Apalagi, seperti kata orang Iran, di antara sepuluh wanita Iran, yang cantik ada sebelas! Sedikit sekali saya melihat wanita Iran yang memakai burqa, itu pun tidak ada yang sampai menutup wajah.

Sampai di kota Qum, sembahyang Jumatnya memang sudah selesai. Ribuan orang bubaran keluar dari masjid. Saya pun melawan arus masuk ke masjid melalui pintu  15. Setelah salat Duhur, saya ikut ziarah ke makam Fatimah yang dikunjungi ribuan jamaah itu. Makam itu berada di dalam masjid sehingga suasananya mengesankan seperti ziarah ke makan Rasulullah di Masjid Nabawi. Apalagi, banyak juga orang yang kemudian salat dan membaca Alquran di dekat situ yang mengesankan orang seperti berada di Raudlah.

Yang juga menarik adalah strata sosialnya. Kota Metropolitan Teheran berpenduduk 16 juta dan dengan ukuran 50 km garis tengah adalah kota yang sangat besar. Sebanding dengan Jakarta dengan Jabotabek-nya. Tetapi, tidak terlihat ada  keruwetan lalu lintas di Teheran. Memang, Teheran tidak memiliki kawasan yang cantik seperti Jalan Thamrin-Sudirman, namun sama sekali tidak terlihat ada kawasan kumuh seperti Pejompongan dan Bendungan Hilir. Memang, tidak banyak gedung pencakar langit yang cantik, tapi juga tidak terlihat gubuk dan bangunan kumuh.

Kota Teheran tidak memiliki bagian kota yang terlihat mewah, tetapi juga tidak terlihat ada bagian kota yang miskin. Teheran bukan kota yang sangat bersih, tapi juga tidak terasa kotor. Di jalan-jalan yang penuh dengan mobil itu saya tidak melihat ada Mercy mewah, apalagi Ferrari, tapi juga tidak ada bajaj, motor, atau mobil kelas 600 hingga 1.000 cc.

Lebih dari 90 persen mobil yang memenuhi jalan adalah sedan kelas 1.500 hingga 2.000 cc. Saya tidak melihat ada mal-mal yang besar di Teheran. Tapi, saya juga sama sekali tidak melihat ada pedagang kaki lima, apalagi pengemis. Wanitanya juga tidak ada yang sampai pakai burqa, tapi juga tidak ada yang berpakaian merangsang. Orangnya rata-rata juga ramah dan sopan. Baik dalam sikap maupun kata-kata.

Pemerataan pembangunan terasa sekali berhasil diwujudkan di Iran. Semua rumah bisa masak dengan gas yang dialirkan melalui pipa tersentral. Demikian juga, 99 persen rumah di Iran menikmati listrik untuk tidak menyebutkan 100 persen.

Melihat Iran seperti itu saya jadi teringat makna kata yang ditempatkan di bagian tengah-tengah Alquran: Wal Yatalaththaf!

Bagaimana Iran ke depan? Mengapa setelah lebih 30 tahun diisolasi dan diembargo Amerika Serikat Iran tidak kolaps seperti Burma, Korut atau Kuba?

Banyak faktor yang melatar belakanginya. Pertama, saat mulai diisolasi dulu kondisi Iran sudah cukup maju. Kedua, tradisi keilmuan bangsa Iran termasuk yang terbaik di dunia. Ketiga, Iran penghasil minyak dan gas yang sangat besar. Keempat, jumlah penduduk Iran cukup besar untuk bisa mengembangkan ekonomi domestik. Kelima, tradisi dagang masyarakat Iran sudah terkenal dengan golongan bazarinya.

Tradisi dagang itu tidak mudah dikalahkan. Pedagang selalu bisa berkelit dari kesulitan. Ini berbeda dengan tradisi agraris. Seperti Tiongkok, meski 60 tahun dikungkung oleh komunisme Mao Zedong yang kaku, penduduknya tetap tidak lupa kebiasaan dagang. Demikian juga warga Iran. Ini terbukti sampai sekarang pun. Setelah lebih 20 tahun diisolasi pun sektor jasa masih menyumbang sampai 40 persem GDP negara itu.

Penduduk Iran yang 75 juta orang juga menjadi kekuatan ekonomi tersendiri. Apalagi saat mulai diisolasi oleh Amerika tahun 80-an, kondisi Iran sudah tidak tergolong negara miskin. Kelas menengah di Iran sangat dominan. Inilah faktor yang dulu membuat revolusi Islam Iran tahun 1979 berhasil menumbangkan diktator Syah Pahlevi. Keberhasilan itu disebabkan  masyarakat di Iran didominasi kaum bazari. Pedagang kelas menengah. Yakni bukan konglomerat yang ketakutan ditebas penguasa, dan bukan pedagang kecil yang takut kehilangan tempat bergantung.

Belum lagi kekayaan alamnya. Iran adalah negara kedua terbesar penghasil minyak dan gas alam. Bukan hanya memiliki cadangan besar, tapi juga mampu melakukan drilling dan pengolahan sendiri. Tidak ada lagi ketergantungan akan teknologi  drilling dan pengolahan.

Salah satu sumber gasnya, yang baru saja ditemukan, akan membuat negara itu kian berkibar. Di lepas pantainya, di Teluk Parsi, ditemukan ladang gas terbesar di dunia. Ladang itu setengahnya berada di wilayah Qatar dan setengahnya lagi di wilayah Iran.  Tahun 1999 lalu Qatar sudah berhasil menyedot gas bawah laut itu dari wilayah Qatar. Kalau Iran tidak menyedotnya dari wilayah Iran tentu semua gas itu akan disedot Qatar. Karena itu Iran juga bergegas menyedotnya dari sisi timur. Tahun 2003 lalu Iran sudah berhasil menyedot gas itu dan akan terus meningkatkan sedotannya. “Tiga tahun lagi kemampuan Iran menyedot gas itu sudah sama dengan Qatar,” ujar CEO perusahaan gas di sana.

Untuk menggambarkan seberapa besar potensi gas itu baiknya dikutip kata-kata CEO yang saya temui di atas. “Seluruh gas Iran di situ harganya USD 12 triliun,” katanya. Ini sama dengan 12 kali seluruh kekuatan ekonomi Indonesia yang USD 1 triliun saat ini. “Kalau gas itu diambil dalam skala seperti sekarang baru akan habis dalam 200 tahun,” tambahnya.

Gas itu letaknya memang 3.000 meter di bawah laut, namun dalamnya laut sendiri hanya 50 meter. Secara teknis ini jauh lebih mudah pengambilan gasnya daripada misalnya gas bawah laut Indonesia di Masela, di laut Maluku Tenggara.

Memang masih ada kendala ekonomi yang mendasar. Defisit anggaran masih menghantui, subsidi masih besar, laju inflasi masih tinggi dan akses perdagangannya masih  terjepit oleh sanksi Amerika. Inflasi yang tinggi itu akibat naiknya harga bahan makanan, gas dan BBM. Bahkan akibat inflasi itu Iran harus mencetak mata uang dengan pecahan lebih besar dari rupiah. Kalau pecahan rupiah paling besar Rp 100.000, real Iran terbesar adalah 500.000 real (1 real hampir sama dengan Rp 1). Bahkan ada juga real lembaran 1.000.000, meski penggunaannya hanya di lingkungan terbatas.

Seperti Indonesia Iran juga merencanakan menghapus empat nol di belakang real yang terlalu panjang itu. Hanya saja penghapusan nol tersebut baru akan dilakukan setelah inflasinya stabil kelak. Itulah sebabnya pemerintah Iran kini mati-matian  memperbaiki fondasi ekonominya. Tahun lalu parlemen Iran sudah menyetujui dilaksanakannya “reformasi ekonomi”. Sebuah reformasi yang sangat penting dan mendasar. Inti dari reformasi itu adalah menjadikan ekonomi Iran sebagai “ekonomi pasar”. Artinya harga-harga harus ditentukan oleh pasar. Tidak boleh lagi ada subsidi. Reformasi ekonomi itu ditargetkan harus berhasil dalam lima tahun ke depan.

Begitu pentingnya reformasi untuk meletakkan dasar-dasar ekonomi Iran itu, sampai-sampai Presiden Ahmadinejad berani mengambil resiko dihujat dan dibenci rakyatnya dua tahun terakhir ini. Subsidi pun dia hapus. Harga-harga merangkak naik. Ahmadinejad tidak takut tidak popular karena ini memang sudah masa jabatannya yang kedua, yang tidak mungkin bisa maju lagi jadi presiden.

Bahwa kini Iran memilih jalan ekonomi pasar sungguh mengejutkan. Alasannya pun “sangat ekonomi”: untuk meningkatkan produktivitas nasional dan keadilan sosial. Subsidi (subsidi BBM tahun lalu mencapai USD 84 juta), menurut pemerintah, lebih banyak jatuh kepada orang kaya. Karena itu daripada anggaran dialokasikan untuk subsidi lebih baik langsung diarahkan untuk golongan yang berhak.

Pemikiran reformasi ekonomi seperti itulah yang tidak ada di negara-negara lain yang diisolasi Amerika Serikat. Inilah juga faktor yang membuat Iran tidak akan tertinggal seperti Burma, Kuba atau Libya. Dengan bendera sebagai Negara Islam pun Iran tetap menjunjung tinggi ilmu ekonomi yang benar. Tradisi keilmuan di Iran, termasuk ilmu ekonomi, memang sudah tinggi sejak zaman awal peradaban. Inilah salah satu bangsa tertua di dunia dengan peradaban Arya yang tinggi.

Dalam situasi terjepit sekarang pun, tradisi keilmuan itu tetap menonjol. Iran kini tercatat sebagai satu di antara 15 negara yang mampu mengembangkan nanoteknologi. Iran juga termasuk 10 negara yang mampu membuat dan meluncurkan sendiri roket luar angkasa.

Di bidang rekayasa kesehatan, Iran juga menonjol: teknologi stemcell, kloning dan jantung buatan sudah sangat dikenal di dunia. Bahkan untuk stemcell Iran masuk 10 besar dunia. Maka tidak heran kalau Iran juga tidak ketinggalan dalam penguasaan teknologi perminyakan, pembangkit listrik, dan otomotif. Jangankan jenis teknologi itu, nuklir pun Iran sudah bisa membuat, lengkap dengan kemampuannya memproduksi uranium hexaflourade yang selama ini hanya dimiliki oleh enam negara.

AS kelihatannya berhasil membuat Burma, Korut, Kuba dan Libya menderita dengan embargonya. Tapi tidak untuk Iran. Ke depan posisi Iran justru kian baik, antara lain karena “dibantu” oleh Amerika Serikat sendiri. Sudah lama Iran ingin menumbangkan Saddam Husein di Iraq, namun selalu gagal. Perang Iran-Iraq yang sampai 8 tahun pun tidak berhasil mengalahkan Saddam Husein. Iran tidak menyangka bahwa Saddam dengan mudah ditumbangkan oleh AS.

Dengan tumbangnya Saddam Husein maka Iraq kini dikuasai oleh para pemimpin yang hati mereka memihak Iran. Banyak pemimpin Iraq saat ini adalah mereka yang di masa Saddam dulu terusir ke luar negeri, dan mereka bersembunyi di Iran. Bahkan saat terjadi perang Iran-Iraq dulu, mereka ikut angkat senjata bersama tentara Iran menyerbu Iraq.

Demokrasi yang diperjuangkan AS di Iraq telah membuat golongan mayoritas berkuasa di Iraq. Padahal mayoritas rakyat Iraq adalah Islam Syiah. Golongan Sunni hanya 40 persen, itu pun tidak utuh. Yang separo adalah keturunan Arab sedang separo lagi keturunan Kurdi. Ada kecenderungan keturunan Kurdi memilih berkoalisi dengan Syiah. Padahal yang golongan Arab itu pun masih juga terpecah-pecah ke dalam berbagai kabilah. Saddam Husein, misalnya, datang dari suku Tikrit yang jumlahnya hanya sekitar 10 persen dari penduduk Iraq.

Dengan gambaran seperti itu maka masa depan hubungan Iran dan Iraq tinggal menunggu waktu yang tepat untuk menjadi amat mesra. Waktu yang tepat itu adalah ini: mundurnya AS 100 persen dari Iraq. Dan itu tidak akan lama lagi. Pekan lalu pimpinan Iraq sudah mengatakan, “Iraq hanya perlu bantuan militer untuk menjaga perbatasan, bukan untuk urusan dalam negeri”.
Maka tidak lama lagi Iraq akan menjadi “negara ketiga” yang akan mengalirkan barang dari dan ke Iran. Dan kalau ini terjadi, masih ada gunanyakah Iran diisolasi!